Mendel melakukan penelitian tentang pewarisan sifat pada tanaman ercis.
Penggunaan tanaman tersebut merupakan pilihan tepat. Oleh karena tanaman ercis
memiliki kriteria yang menguntungkan, yaitu berumur pendek, dapat melakukan
penyerbukan sendiri, dan memiliki banyak ciri yang dapat diamati. Gambar
berikut memperlihatkan beberapa ciri tanaman ercis yang diamati Mendel.
Perlu diingat pada pembahasan genetika, istilah character atau ciri khas
digunakan untuk menjelaskan ciri yang dapat diturunkan. Contohnya, warna bunga,
penampakan biji, dan panjang batang yang bervariasi antarindividu. Setiap sifat
dari ciri khas tersebut, seperti bunga ungu atau bunga putih, disebut trait atau
sifat (Campbell, 1998: 239). Setiap sifat untuk ciri tersebut selalu
berpasangan, seperti tinggi dan pendek, bulat dan kisut, atau besar dan kecil.
Hukum I Mendel
Pada satu percobaan, Mendel menyilangkan tanaman ercis dan biji
kuning dengan tanaman dari biji hijau. Kedua biji tanaman tersebut merupakan
galur murni, didapat dari individu dengan sifat asli dan murni. Galur murni
didapat dengan mengawinkan individu dengan sifat sama yang dinginkan
berkali-kali.
Tanaman galur murni tersebut disebut P1 atau
parental (induk) pertama. Keturunan hasil persilangan disebut F1 atau
filial (generasi) pertama. Semua F1 persilangan tersebut adalah biji
kuning. Untuk mengetahui generasi selanjutnya,
Mendel menanam biji kuning dari
F1. Tanaman tumbuh dan dewasa, melakukan penyerbukan sendiri, dan
menghasilkan keturunan F2. Hasilnya biji dengan sifat warna hijau
muncul kembali pada generasi F2. Dari 8.023 biji F2 yang
dihasilkan, Mendel menemukan bahwa 6.022 biji adalah kuning dan 2.001 biji
lainnya adalah hijau. Hal tersebut menghasilkan perbandingan biji kuning dan
hijau sebesar 3:1. Dari hasil percobaan tersebut, Mendel mencatat dua hal
penting.
-
Sifat warna biji hijau menghilang pada generasi F1, namun muncul kembali pada generasi F2.
-
Ketika sifat warna biji hijau muncul kembali, sifatnya sama dengan biji P1.
Mendel kemudian berpendapat bahwa pada tanaman F1,
informasi untuk pembentukan biji hijau masih ada, namun tidak terlihat. Mendel
juga berpendapat bahwa setiap tumbuhan P1 memberikan informasi bagi
pembentukan warna biji kuning dan hijau, meskipun akhirnya mereka hanya
menghasilkan biji kuning.
Ketika terdapat dua alternatif sifat bagi suatu ciri, sifat
yang terlihat adalah sifat dominan, sedangkan sifat yang kalah dan tidak
terlihat adalah resesif. Pada kasus ini, sifat biji kuning adalah dominan
terhadap sifat biji hijau. Pada semua ciri tanaman ercis yang Mendel amati, ia
menemukan bahwa selalu terdapat satu sifat dominan terhadap sifat lain. Selain
itu, perbandingan keturunan pada generasi pada generasi F2 selalu 3 :
1 untuk sifat dominan terhadap resesif.
Mendel menarik kesimpulan bahwa perbandingan 3 : 1 untuk sifat
dominan terhadap resesif pada F2 dapat terjadi jika setiap individu
hanya memiliki dua unit hereditas untuk setiap ciri yang dipengaruhi. Setiap
unit hereditas didapat dari setiap induk jantan dan betina.
Kini unit hereditas yang diungkapkan Mendel disebut gen, yakni
faktor pewarisan sifat yang mengatur ciri khusus individu, seperti penampakan,
perilaku, dan fisiologis. Pada penelitian Mendel, gen mengatur warna biji, hijau
atau kuning. Setiap bentuk alternatif gen disebut alel. Misalnya, pada gen yang
mengatur warna biji terdapat gen untuk warna biji hijau dengan alel gen untuk
warna biji kuning sehingga gen selalu berpasangan.
Pada individu, alel didapat dari setiap induk dan bersifat
dominan atau resesif. Gen dominan biasanya dilambangkan dengan huruf kapital
(besar), sedangkan gen resesif dilambangkan dengan huruf kecil yang sama. Jika
huruf Y dilambangkan untuk alel gen warna biji kuning maka huruf y dilambangkan
untuk alel gen warna biji hijau.
Berdasarkan hal tersebut, tanaman galur murni dengan sifat biji
hijau memiliki pasangan alel YY, untuk galur murni biji kuning adalah yy.
Pasangan alel ini disebut homozigot, memiliki pasangan yang sama. Pada
F1, pasangan alel didapat dari kedua induk galur murni sehingga semua
generasi F1 memiliki pasangan alel Yy. Pasangan ini disebut
heterozigot, memiliki pasangan yang berbeda. Pasangan alel-alel tersebut
merupakan genotipe, tipe gen pada sel atau individu. Genotipe tidak tampak pada
individu, namun genotipe memengaruhi penampakan selsel atau individu. Penampakan
genotipe ini disebut fenotipe.
Pada generasi F1 memiliki genotipe Yy yang
mengandung alel untuk sifat biji warna kuning dan hijau. Akan tetapi, fenotipe
generasi tersebut adalah biji warna kuning. Hal tersebut merupakan ekspresi alel
gen dominan.
Hasil percobaan Mendel terhadap sifat dominan dan resesif yang
diwariskan, menghasilkan Hukum I Mendel atau hukum segregasi. Berdasarkan hukum
ini, setiap individu membawa dua unit hereditas (gen sealel) yang memengaruhi
suatu ciri tertentu. Selama meiosis, dua alel tersebut bersegregasi (berpisah)
satu sama lain. Setiap alel kemudian tergabung dalam gamet. Alel akan bergabung
kembali dengan pasangan alel yang sama atau berbeda melalui fertilisasi.
Individu diploid hasil fertilisasi memiliki dua alel untuk setiap ciri. Satu
dari setiap induknya.
Pembentukan pasangan alel pada individu melalui fertilisasi
terjadi secara acak. Terdapat suatu metode untuk mengetahui kemungkinan pasangan
alel pada individu baru yang disebut diagram Punnett. Diagram ini memperlihatkan
kemungkinan alel gamet dari pasangan homozigot dan atau heterozigot, serta
kemungkinan pasangan alel pada individu baru.
Pada generasi F2 terdapat biji fenotipe kuning
dengan genotipe homozigot maupun heterozigot. Bagaimana cara Mendel mengetahui
genotipe yang berbeda pada semua biji warna kuning? Mendel melakukan test cross,
mengawinkan tanaman dengan genotipe yang belum diketahui dengan tanaman yang
memiliki genotipe homozigot resesif (biji hijau galur murni). Jika semua
keturunan tetap kuning, berarti biji kuning F2 adalah homozigot. Akan
tetapi, jika test cross mengandung biji kuning dan hijau, berarti biji kuning
F2 adalah heterozigot. Perhatikan gambar berikut.
Diagram Punnett dan test cross yang dilakukan Mendel. (a) Jika biji F2 homozigot dan, b) jika biji F2 heterozigot. |
Hukum II Mendel
Makhluk hidup umumnya memiliki pasangan alel untuk ratusan
hingga ribuan ciri khas di dalam selnya. Pada percoban sebelumnya, Mendel
menyilangkan tanaman ercis dengan satu ciri. Mendel melakukan sebuah percobaan
untuk mempelajari bagaimana dua ciri, bentuk dan warna biji, dapat berinteraksi
dalam pewarisan sifat.
Setelah mengetahui pada bentuk biji, sifat biji bulat dominan
terhadap biji kisut, Mendel menyilangkan galur murni biji bulat kuning (RRYY)
dengan galur murni biji kisut hijau (rryy). Persilangan dengan dua ciri beda ini
disebut persilangan dihibrid. Sebelumnya Mendel melakukan persilangan tanaman
ercis dengan satu ciri yang sebut persilangan monohibrid. Persilangan dihibrid
antara galur murni biji bulat kuning dan biji kisut hijau menghasilkan generasi
F1 semua biji bulat kuning.
Pada persilangan antara F1 dan F1,
dihasilkan generasi F2 yang bervariasi. Termasuk dua fenotipe baru
yang belum terlihat pada kedua induk. Tampaknya, alel dari gen untuk warna dan
bentuk biji memisah secara bebas pada pembentukan gamet generasi F2
sehingga dihasilkan empat jenis polen dan sel telur dengan kombinasi gen yang
berbeda. Setiap gamet dapat memiliki kombinasi gen RY, ry, rY, atau Ry.
Rekombinasi atau penyusunan kembali gen-gen yang terjadi melalui fertilisasi
menghasilkan 16 kombinasi alel. Dari 16 kombinasi, dihasilkan 9 macam genotipe
dan 4 macam fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1.
Dari hasil tersebut, Mendel menyimpulkan hasilnya dan dikenal
dengan Hukum II Mendel, hukum pengelompokan secara bebas (independent
assortment). Hukum ini menyatakan bahwa alel dari gen yang berbeda dibagikan
secara acak ke dalam gamet-gamet dan fertilisasi terjadi secara acak pula.
Persilangan monohibrid menghasilkan perbandingan fenotipe 3:1.
Adapun persilangan dihibrid menghasilkan perbandingan fenotipe 9:3:3:1.
Bagaimana perbandingan fenotipe dengan tiga ciri atau bahkan lebih? Hal tersebut
dapat diketahui menggunakan segitiga Pascal. Perhatikan Tabel berikut.